Wah wah beberapa minggu ini saya belum update blog ini heuheu, kebetulan tadi saya ditandai sebuah note bagus di fb tentang asal muasal pemberian nama makanan di tanah Pasundan. Sekedar untuk sharing saya copas note nya dari Pak Hendi Johari, tentunya dengan seizin beliau. Judulnya pun saya tulis persis gak ada yang dirubah, “HIKAYAT LUCU ODADING DAN DEGAN” well selamat membaca
Bagaimana leluhur kita “mengeksekusi” penamaan dari sesuatu?
Pernah dengar istilah odading? Itu adalah sejenis penganan yang terbuat dari adonan tepung terigu,telur dan gula pasir yang populer di kalangan masyarakat tanah Pasundan. Rasa kue ini empuk dan manis. Harganya pun murah meriah.Saya ingat,saat masih duduk di bangku sekolah dasar pada sekitar awal 1980-an, kue jenis ini dengan mudah saya dapatkan di kantin sekolah atau di tukang-tukang ngelek.
Tukang ngelek adalah istilah orang Sunda untuk para pedagang penganan yang membawa wadah dagangannya dengan cara mengelek (mengetek?) yakni memangku dari samping (tepatnya dari wilayah kelek atau ketek). Biasanya yang berdagang seorang perempuan setengah baya.
Dulu saya memang pernah mendengar sekilas soal cerita tentang odading ini. Sampai beberapa waktu yang lalu, seorang teman di Mizan Pustaka memberi keterangan tegas tentang hal-ikhwal megapa penganan itu diberi nama odading. “Saya dengar soal itu pertama kali dari Remy Sylado,menarik,”kata teman saya seraya menyebut nama novelis ternama itu.
Teman saya itu ternyata memang benar adanya. Remy Sylado pernah mengisahkan soal ini dalam sebuah tulisannya berjudul Disumpahi Pemuda: Satu Nusa Satu Bangsa Dua Languanges. Menurutnya, konon istilah odading “diputuskan sebagai istilah” oleh orang Sunda karena sebuah peristiwa lucu.
Ceritanya, seorang putera seorang meneer (istilah untuk pejabat atau tuan tanah Belanda era kekuasaan Hindia Belanda) yang masih bocah menginginkan sebuah penganan yang dijajakan anak kampung. Ia lantas mengutarakan keinginannya tersebut ke sang ibu. Sayangnya, sinyo kecil itu tidak memiliki informasi cukup mengenai “identitas” kue lezat itu. Ia hanya bisa menunjuk-nunjuk dagangan yang tengah dipanggul tersebut.
Sang nyonya pun penasaran. Ia kemudian memanggil ujang penjual kue dan menyuruhnya membuka daun pisang yang menutup kue tersebut. “ Melihat kue itu, berkatalah sang nyonya kepada anaknya, “0, dat ding?” Artinya, “0, barang itu?”tulis Remy dalam makalah yang ia presentasikan di depan mahasiswa The University of Melbourne, pada 2001 itu.
Di Indonesia, memang ada banyak istilah yang asal muasalnya dari ungkapan orang asing. Bisa jadi itu, terkait dengan narasi besar sejarah kita yang kerap berinteraksi (baik positif maupun negatif) dengan orang-orang asing. Tahun 1990-an, Yoyoh Aisyah, almarhum nenek saya pernah mengisahkan hikayat lucu tentang cau raja jimbluk. Itu adalah nama sejenis pisang raja yang bentuknya besar dan rasanya legit luar biasa. Lalu bagaimana si pisang raja itu sampai mendapat gelar tambahan jimbluk?
Begini kisahnya, satu regu patroli tentara Inggris yang kehabisan logistik nyasar di sebuah hutan. Setelah berhari-hari, sampailah mereka di sebuah ladang kebun milik penuduk dan menemukan sebatang pohon pisang raja yang buahnya sudah masak. Demi melihat “makanan” di depannya, si serdadu berseru keras kepada temannya,”Jim, look! (Jim,lihat!)” Jadilah pisang raja jimbluk.
Hal yang sama terjadi pula di kawasan Jawa Tengah.Dalam Perang Diponegoro (1825-1830), sebuah peleton tentara kompeni yang sebagian besar berasal dari Maluku terjebak di garis depan dan kehabisan bekal.Saat kritis itulah, mereka menemukan kebun pisang lengkap dengan buahnya yang sudah masak. Saking girangnya dapat makanan, mereka berseru dalam bahasa Belanda, “God dank“, artinya ‘terima kasih Tuhan’. Selanjutnya orang-orang Jawa menyebut pisang dengan istilah gedang.
Istilah degan atau duwegan dalam bahasa Sunda yang artinya kelapa muda, mengandung juga hikayat lucu. Dua kata itu konon mengacu kepada seruan jengkel serdadu Inggris dan Belanda yang tengah patroli bersama.Mengapa jengkel? Karena saat mereka menginginkan kelapa muda, tak satu pun penduduk yang bisa menaiki pohon kelapa tersebut. “The Gun!” pakai bedil aja! Demikian kira-kira seruan jengkel itu muncul dari mulut komandan mereka.
Begitulah sejarah kata (etimologi) tentang beberapa istilah yang ada di masyarakat kita. Mungkin bagi sebagian orang, ini tidak penting tapi percayalah sebuah benda yang tidak penting pun pasti memiliki riwayatnya sendiri yang tentu saja memiliki kaitan signifikan dengan alam raya ini. “Sesuatu itu bukan hanya sekadar sesuatu, ia memiliki cerita tersembunyi yang berharga bila itu diketahui,”kata Dominick LaCapra,professor sejarah legendaris dari Cornel University. (hendijo)
pertamax gan.. itu namanya g sengaja 😀 #apacobamaksd
hehehe apa coba maksudnya?
saya sering dengar kisah2 seperti itu, dan memang lidah orang jawa itu asal bisa ngucap aja maka jadilah ia apa adanya… 😀
begitulah kadang orang melafalkan sesuatu sesuai apa yang didengarnya
Banyak bahasa baik itu panganan di adob dari negeri kincir angin karena kita dijajah selama 3.5 Abad
iya, jadi wajar saja kalau banyak kata serapan dari Bahasa be;anda
haha.. emang kadang ada istilah yang aneh gitu ya dalam tata bahasa kita..
iya, dan banyak sekali 😀
Ini post bersejarah, asal muasal nama “Pak Ading” yang menghebohkan jagad W3 :matabelo:
bedaaaaaaaaaaaaa… ngaco.. pak ading ya pak ading.. ini mah pasti om kecoa.. 😀
wew… Pak Ading mulai beken ckckckckc
yang terakhir (soal asal muasal kata degan) agak mengada-ada. kasihan orang capek-capek nyari dawegan nggak ketemu, kumpeni langsung teriak the gun, hehe…
odading mengingatkan aku pada kakakku yang hilang, namanya oding. di tempatku dulu, odading dibikin keras kayak batu, jadi orang yang makan odading musti punya gigi kuat.
heheheh mengenai kebenaran dari asal muasal kata degan itu sendiri saya kurang begitu tahu, tapi cukup logis 😀
Hmm, turut prihatin, semoga kakaknya cepat ketemu 😀
Wah, kenapa bisa keras? Bukannya odading tuh lembut banget ya,
waah..yang ada di foto itu enak banged kliatannya 😉
hehehe lumayan bikin ngiler 😀
ga tepat tuh. yang bener “do it gun!”
krena lidah sunda, jadilah dawegan hihihi
iya gitu? heuheu, saya kurang begitu tau mastah 😀
makanan kesukaan saya waktu kost dulu 😀
Makanan merakyat 🙂
Ikut share ya
Hehehe… lucu juga ceritanya ya. Thanks for share